NAMA : Ikramina Isni Ghassani
NPM :
24213261
KELAS : 2EB12
MATA KULIAH :
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
HUKUM PERJANJIAN
A. Standar Kontrak
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
o
Kontrak standar umum
artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan
disodorkan kepada debitur.
o
Kontrak standar
khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan
berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut
Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
- Nama dan tanda
tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
- Subjek dan
jangka waktu kontrak
- Lingkup kontrak
- Dasar-dasar
pelaksanaan kontrak
- Kewajiban dan
tanggung jawab
- Pembatalan
kontrak
B. Macam
– Macam Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
1)
Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan
beban.
o
Perjanjian dengan
Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
o
Perjanjian dengan
beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
2)
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
o
Perjanjian sepihak
adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak
saja.
o
Perjanjian timbal
balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah
pihak.
3)
Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
o
Perjanjian konsensuil
ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut.
o
Perjanjian formil
ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu
dengan cara tertulis.
o
Perjanjian riil ialah
suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
4)
Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
o
Perjanjian bernama
ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan
khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
o
Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
o
Perjanjian campuran
ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di
kualifikasikan.
C. Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut
Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi
empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya
adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini
harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan
tidak ada gangguan.
2.
Kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti
mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan
pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban
debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan
jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua
belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337
KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang,
bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata,
perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau
batal demi hukum.
D. Syarat
Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
·
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
·
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
·
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
·
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
E. Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian
Sumber: